Banda Aceh – “Nonton…nonton…nonton…” sore itu, terdegar sorak sorai anak-anak yang berlari-lari sambil tertawa riang, saat mengikuti iringan mobil bioskop yang mulai memasuki pekarangan Meunasah Gampong Rukoh, Aceh Besar. Mobil bioskop, kiranya sebuah mobil box besar , dengan warna biru cerah dan dipenuhi gambar cover berbagai film karya Sutradara Nasional yang memenuhi dinding-dinding mobil. Mobil bioskop berhenti tepat di depan kantor Keuchik, dengan sigap beberapa orang yang mengenakan baju merah bertuliskan “Aceh Film Festival” mulai membantu membuka box mobil, yang ternyata berisikan berbagai peralatan layar tancap, mulai dari layar, genset, proyektor dll. Sementara perlengkapan layar tancap diturunkan, beberapa orang berbaju hitam lengan panjang dan di bajunya bertuliskan “Komunitas Film Trieng” yang berperan selaku panitia lokal, sedang melakukann diskusi dengan Pak Keuchik dan masyarakat sekitar, terkait penempatan layar dan tratak. Layar telah tentancap, tratak telah berdiri, dan azan magrib pun berkumandang.
Pukul 20:30 WIB, selepas shalat Isya, pekarangan Meunasah telah dipenuhi oleh masyakat yang ingin menonton film yang akan diputar. Anak-anak berada di barisan terdepan, disusul dengan ibu-ibu yang berdesakan memenuhi tratak, dan di barisan paling belakang bapak-bapak yang tampaknya ingin duduk di bagian depan namun tidak kebagian tempat hingga akhirnya terpaksa duduk di atas sepeda motornya masing-masing. Suara riuh penonton tiba-tiba hilang saat film pertama ditayangkan, bapak-bapak yang tadinya duduk diatas motor perlahan mulai mendekat. Ibu-bu terlihat serius, terkadang sedih namun sesekali berusaha menahan tawa saat melihat adegan-adegan yang hampir sama dengan yang mereka lakukan sehari-hari. Malam itu, film karya sutradara-sutradara muda Aceh yang ditayangkan bercerita tentang realita yang terjadi dalam masyarakat Gampong di Aceh saat ini, sehingga terasa dekat dengan masyarakat. Malam itu, suasana nostalgia tentang suatu masa yang telah lama tidak mereka rasakan, seakan terulang kembali.
Gambaran diatas salah satu dari kegiatan yang dilaksanakan oleh Aceh Film Festival (AFF) tahun ini, yaitu kegiatan Gampong Film. Masyarakat Rukoh sangat antusias dalam kegiatan tersebut, terlihat dari banyaknya masyarakat yang datang untuk menyaksikan film-film yang diputar. Salah seorang warga yang mengajak keluarganya mengaku sangat mendukung kegiatan tersebut, dari film yang ditayangkan banyak mengandung pesan budaya yang dapat menjadi pelajaran, terlebih untuk anak-anak yang menonton. Gampong Film menjadi sarana hiburan yang bernilai pendidikan, banyak apresiasi positif serta harapan agar kegiatan tersebut terus dilaksanakan. Geuchik Rukoh, Harmidi mengaku sangat senang dengan terselenggaranya acara pemutaran film ini. Harmidi berharap agar Gampong Film rutin dilakukan, sehingga dapat menjadi motivasi kepada masyarat, “Harapan saya beserta masyarakat agar kegiatan seperti ini terus dilakukan, banyak iktibar dan hal positif untuk masyarakat,” ungkap Harmidi. Selain di Gampong Rukoh, Gampong Film juga hadir di beberapa daerah di Aceh, diantaranya Pidie, Bireuen, Lhokseumawe, Aceh Utara, Aceh Besar, Banda Aceh dan Aceh Barat. Program Gampong Film selain sebagai sarana hiburan juga bertujuan untuk menghidupkan perfilman Aceh serta mengedukasi masyarakat melalui film.
Selain program Gampong Film, AFF pada tahun ini juga mengadakan program-program berkualitas lainnya. Yaitu, Kelas Kritik Film, Kelas Keaktoran, Special Screening dan Forum Komunitas. Kelas Kritik Film yang dilaksanakan pada tanggal 19-21 Oktober nanti, bekerja sama dengan Cinema Poetica adalah suatu program yang bertujuan mengajak orang-orang untuk dapat melihat film secara lebih mendalam, sehingga melahirkan saran dan masukan demi perkembangan perfilman Aceh kedepannya. Kelas ini di buka untuk umum, bagi yang berminat dan ingin mengenal Film dalam ruang waktu, sosial, budaya, ekonomi, politik dan ideologi, dapat segera mendaftarkan diri dengan ketentuan dan syarat yang sudah di tetapkan oleh panitia.
Kelas Keaktoran adalah program untuk mendukung dan mengakomodir permasalahan-permasalahan keaktoran yang di hadapi Sineas Aceh baik secara konsep dan teknis, yang merupakan elemen penting dalam melahirkan sebuah karya Fiksi. Kelas Keaktoran akan di isi oleh Aktor Nasional yang sangat berpengalaman dalam dunia Akting yaitu Teuku Rifnu Wikana. Dan bagi para pecinta dunia keaktoran, AFF memberikan kesempatan untuk dapat segera mendaftarkan diri pada Kelas Keaktoran.
Dilanjutkan Screening Film yang akan menayangkan film-film terbaik sineas Aceh beserta film Nasional dan Internasional dari tanggal 19 hingga tanggal 21 Oktober dan terbuka untuk umum. Selanjutnya pada tanggal 22 Oktober siang akan diadakannya Forum Komunitas. Yaitu suatu forum yang dihadiri oleh seluruh komunitas film yang ada di Aceh, forum ini bertujuan untuk membuka ruang diskusi antara sesama komunitas film, terkait perkembangan film di dareah mereka, kendala yang di hadapi dll. Sehingga sesame komunitas dapat berbagi pengalaman dan solusi.
Rangakaian acara puncak dan terakhir adalah Award Nigth, yaitu malam apresiasi penganugerahan kepada insan perfilman Aceh. Malam Award Nigth juga menampilkan beberapa hiburan dan terbuka untuk umum. Aceh Film Festival merupakan ruang apresiasi terhadap karya-karya film sineas muda Aceh dan ruang silaturahmi serta tempat berbagi ide atau gagasan bersama, yang digagas oleh Yayasan Aceh Documentary bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan Aceh, Sinema Poetica, Aceh Media Art, komunitas-komunitas di Kab/Kota dll.
“Apresiasi terhadap suatu film adalah dengan di tonton bersama, dan ruang apresiasi itu bernama AFF” Ungkap Fuad Rizki selaku Manager Program AFF. Hadirnya Aceh Film Festival diharapkan mampu menjadi sebuah batu loncatan demi perkembangan perfilman Aceh kedepannya.