Menelusuri Jejak Dokumenter dari Lumière ke Guerrilla

Erik Barnouw adalah sejarawan media terkemuka. Dalam bukunya Documentary: A History of the Non-Fiction Film, ia menyusun sebuah narasi panjang yang mendokumentasikan sejarah sinema dokumenter, juga mengartikulasikan fungsinya sebagai bentuk ekspresi budaya, politik, dan teknologi. Buku ini menjadi rujukan klasik dan nyaris kanonik dalam studi film dokumenter. Ia menyajikan kronologi yang faktual dan reflektif terhadap berbagai pergeseran peran dokumenter dari awal kelahirannya hingga akhir abad ke-20.

Alih-alih hanya menyusun sejarah dokumenter secara linier dan kronologis, Barnouw membagi perkembangan dokumenter ke dalam beberapa arketipe tokoh: Prophet, Explorer, Reporter, Painter, Advocate, Bugler, Prosecutor, Poet, hingga Guerrilla. Masing-masing tokoh ini merujuk pada fungsi sosial dan bentuk sinematik yang berbeda dalam sejarah dokumenter. Pembagian ini menyiratkan bahwa dokumenter bukan hanya soal bentuk teknis atau genre sinematik, melainkan tentang bagaimana para pembuat film menanggapi dunia di sekeliling mereka, dan peran apa yang mereka ambil dalam menyuarakan, merekam, atau mengintervensi kenyataan.

Misalnya pada bab Prophet, Barnouw menelusuri asal-usul dokumenter dalam eksperimen ilmiah awal yang mendokumentasikan peristiwa alam seperti transisi planet Venus dan studi gerakan oleh Muybridge dan Marey. Dari sini Barnouw menunjukkan bahwa fungsi dokumenter sebagai “penyaksi visual” terhadap fenomena kehidupan sudah tertanam sejak sebelum sinema dilahirkan secara formal.

Barnouw memusatkan perhatian pada Louis Lumière sebagai figur kunci dalam kelahiran sinema dokumenter. Bagi Barnouw, pendekatan Lumière yang membawa kamera keluar dari studio dan ke ruang publik adalah momen penting yang membedakan dokumenter dari sinema fiksi awal Edison. Film-film seperti Workers Leaving the Lumière Factory dan Arrival of a Train dianggap sebagai bentuk awal dokumentasi kehidupan sehari-hari, yang membuka jalan bagi fungsi sosial dokumenter dalam menyaksikan realitas tanpa campur tangan naratif yang berlebihan.

Seiring dengan perkembangan media massa dan meningkatnya ketegangan sosial-politik di abad ke-20, Barnouw menelusuri bagaimana dokumenter berubah dari sekadar pengamatan menjadi bentuk advokasi dan propaganda. Dalam bab Advocate, ia mengulas dokumenter Soviet seperti karya Dziga Vertov dan film propaganda Nazi seperti karya Leni Riefenstahl, yang menunjukkan bagaimana dokumenter dapat menjadi alat kekuasaan dan kontrol ideologis.

Namun Barnouw juga memberi ruang bagi tradisi dokumenter yang lebih independen dan bersifat “perlawanan”, seperti yang diulas dalam bab Guerrilla. Di sini ia membahas praktik-praktik dokumenter yang lahir dari gerakan sosial, termasuk dokumenter Vietnam, film aktivis Black Panther, dan gerakan perempuan, yang menggunakan film sebagai alat untuk membongkar relasi kuasa dan memberi suara pada kelompok yang terpinggirkan.

Salah satu kekuatan utama buku ini adalah kemampuannya menyandingkan perkembangan teknologi, bentuk estetika, dan konteks sosio politik dalam satu narasi. Barnouw tidak hanya mencatat film mana yang muncul kapan, tetapi juga mengapa ia muncul, untuk siapa, dan dalam konteks apa. Ini menjadikan buku ini bukan sekadar kronik sejarah, tetapi refleksi kritis atas posisi dokumenter dalam lintasan sejarah modern.

Namun, karena buku ini diterbitkan pada awal 1990-an, ia tidak menjangkau perkembangan dokumenter digital, video amatir, dan media sosial yang hari ini mengubah lanskap dokumenter secara drastis. Meskipun begitu, kerangka tematik Barnouw tetap relevan dan dapat digunakan untuk membaca perkembangan dokumenter kontemporer.

Barnouw’s Documentary adalah kontribusi monumental yang menyatukan sejarah teknologi, seni, dan politik ke dalam narasi yang hidup. Dengan menelusuri bagaimana dokumenter berevolusi dari alat observasi ilmiah menjadi senjata ideologis dan akhirnya menjadi media ekspresi sosial, Barnouw mengajak pembaca untuk melihat dokumenter bukan sekadar sebagai film “tentang kenyataan”, tetapi sebagai kekuatan aktif dalam membentuk bagaimana kenyataan dipahami dan disuarakan.

Buku ini sangat direkomendasikan bagi siapa saja yang tertarik pada sejarah film, media, dan politik representasi. Ia memberi kita lensa historis untuk memahami dokumenter sebagai medium yang senantiasa berada dalam ketegangan antara estetika, etika, dan kekuasaan.

Judul Buku: Documentary: A History of the Non-Fiction Film 

Penulis: Erik Barnouw

Penerbit: Oxford University Press 

Tahun: 1993