Banda Aceh – Salah satu tim finalis Aceh Documentary Competition 2019 yang sedang melakukan proses produksi di Panga, Aceh Jaya adalah tim dari film “Klinik Nenek”. Tim ini berisi dua calon sutradara: Sonya Anggi Yani dan Oka Rahmadiyah. Klinik Nenek mengangkat kisah seorang pembuat obat-obatan tradisional di Panga, Aceh Jaya yang mendapat banyak pasien kembali setelah mereka kecewa dengan pengobatan modern. Di samping itu, pengobatan tradisional ini juga tidak mustahil akan hilang karena kendala regenerasi.
Sonya mengaku sedikit kewalahan dengan narasumber mereka. Pada H-1 saat mereka memulai proses pengambilan gambar, mereka harus mengganti subjek cerita dan merevisi naskah di lapangan.
“Kami harus menyusun kembali script dan menyusun jadwal pengambilan gambar, namun kami sudah memprediksi hal ini akan terjadi sejak saat in house training. Para tutor di ADC juga sudah mewanti-wanti akan kejadian ini,” cerita Sonya, Selasa (16/7/2019).
Selain itu, mereka juga harus melapor ke kepala desa terlebih dahulu agar proses pengambilan gambar lancar.
Menurut Sonya, dalam proses produksi film dokumenter “Klinik Nenek” ini mereka mendapatkan pengalaman yang belum didapatkan di bangku kuliah.
“Kami merasa sangat dekat dengan narasumber, dan bisa merasakan kehidupan sebagaimana yang ia jalani sehari-hari,” ungkap Sonya.
Narasumber tim “Klinik Nenek” adalah seorang nenek bernama Aisyah yang kesehariannya meracik obat-obatan untuk diberikan kepada pasien. Kemampuan berkomunikasi mereka jadi terlatih dengan proses shooting ini, mereka lebih banyak medengar dari pada berbicara.
Untuk pembuatan sebuah film dokumenter diperlukan riset yang kuat agar film yang diproduksi nanti bisa membawa cerita yang menarik dan membuat perubahan lebih baik bagi si subjek atau tempat tinggalnya. Selain itu, penguasaan operasi kamera juga bisa jadi salah satu faktor bagusnya film nanti.
Tim “Klinik Nenek” didampingi oleh seorang supervisi dalam membantu mereka belajar mengoperasikan kamera yang diberikan oleh Yayasan Aceh Dokumenter untuk keperluan produksi film ini.
Narasumber mereka memiliki sisi personal yang unik. Beliau tinggal serumah dengan ibunya yang juga telah tua renta. Mereka hidup di bawah garis kemiskinan dan mengandalkan mata pencahariannya lewat meracik obat tradisional. Dua sutradara muda yang sedang merekam kehidupan penting ini beranggapan bahwa obat-obatan tradisional masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat, ketika mereka tidak bisa sembuh dengan obat-obatan modern yang diperoleh dari rumah sakit.[]
sumber: https://www.acehtrend.com/2019/07/16/obat-tradisional-dalam-rekaman-finalis-aceh-documentary-competition-2019/